Selasa, 16 November 2010

KOMPETISI SEJARAH TINGKAT SMA/SMK/MA SE-JATENG 2010

A. Pendahuluan

Sejarah adalah suatu mata pelajaran yang sudah dikenalkan di dunia pendidikan di Indonesia sejak dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah bahkan sampai perguruan tinggi. Sejarah selalu diajarkan dan diwajibkan menjadi suatu mata pelajaran di sekolah-sekolah, dengan tujuan meningkatkan nasionalisme generasi muda. Dengan mempelajari sejarah, diharapkan generasi muda lebih mencintai negerinya sendiri. Hal ini dikarenakan sejarah mengajarkan bagaimana terbentuknya negara Indonesia.

Generasi muda dapat mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian atas peristiwa-peristiwa masa lalu seperti perang kemerdekaan hingga awal kemerdekaan serta kerja keras dalam mengisi kemerdekaan. Generasi muda juga dapat mencontoh sifat-sifat patriotisme para pahlawan melalui proses perjuangan dalam memperebutkan kemerdekaan.

Melalui sejarah diharapkan dapat meningkatkan nasionalisme generasi muda, akan tetapi sayangnya selama ini yang terjadi berbeda dari tujuan yang telah dirumuskan. Generasi muda dalam hal ini para siswa SMA/SMK/MA khususnya yang mampu telah menilai dan mengambil hikmah dari setiap peristiwa, tetapi malah menganggap pelajaran sejarah adalah pelajaran yang kurang penting, mata pelajaran yang membosankan, yang memiliki nomor sekian diantara mata pelajaran yang lain. Hal tersebut salah satunya dikarenakan kurang adanya sosialisasi yang bersangkutan dengan mata pelajaran sejarah, baik untuk guru maupun peserta didik sehingga apresiasi siswa terhadap sejarah terkesan kurang penting. Sebaliknya dalam bidang eksak selalu rajin dan rutin mengadakan acara-acara yang besar dan menggiurkan untuk selalu diikuti sehingga peserta didik cenderung mengedepankan mata pelajaran eksak dan menyepelekan mata pelajaran sejarah yang sebenarnya justru sangat penting untuk dipahami dan diresapi oleh peserta didik.

Bedasarkan latar belakang pemikiran di atas, Himpunan Mahasiswa Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang menyelenggarakan kegiatan “KOMPETISI SEJARAH SMA/SMK/MA SE-JAWA TENGAH UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG”. Kegiatan ini merupakan suatu upaya menumbuhkan rasa cinta terhadap pelajaran sejarah. Dalam hal ini kami berinisiatif mengadakan acara tersebut dengan harapan dapat menjadi wahana untuk mewujudkan generasi muda yang mewarisi semangat para pejuang muda di masa lampau. Dengan demikian akan terbentuk generasi yang bukan hanya memiliki kompetensi dalam bidang akademik saja, tetapi juga mampu menjadi individu yang memiliki jiwa nasionalisme yang kuat.



B. Nama Kegiatan
Kegiatan ini bernama “KOMPETISI SEJARAH SMA/SMK/MA SE-JAWA TENGAH UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG”

C. Tema Kegiatan
Tema kegiatan ini “MENCETAK KADER NASIONALISME MELALUI PEMBELAJARAN SEJARAH”

D. Dasar Kegiatan
1. Keppres. No 271 tahun 1965 tentang berdirinya IKIP Semarang
2. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
3. Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi
4. SK Mendikbud nomor 155/U/1999 tentang Pendanaan Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi
5. Program kerja Himpunan Mahasiswa Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang tahun 2010
6. Hasil musyawarah panitia pada bulan Juni terkait pelaksanaan Kompetisi Sejarah 2010.

E. Tujuan Kegiatan
1. Menjelaskan posisi penting pendidikan sejarah dalam membangkitkan kesadaran sejarah generasi muda.
2. Meningkatkan nasionalisme dan penghargaan terhadap sejarah oleh generasi muda.
3. Memotifasi generasi muda sebagai upaya untuk membangun kesadaran sejarah.
4. Menjelaskan posisi penting pendidikan sejarah dalam membangkitkan kesadaran sejarah masyarakat.
5. Forum komunikasi, tukar pendapat, pemikiran siswa SMA/SMK/MA Se- Jawa Tengah tentang sejarah.
6. Mencetak kader-kader sejarah yang berkreatifitas tinggi serta tanggap terhadap lingkungan.
7. Dan akhirnya timbul dan menguatnya nasionalisme para generasi muda


F. Jenis dan Bentuk Kegiatan

1. Regristrasi dan Registrasi Ulang
Dilaksanakan hari Rabu tanggal 24 November 2010 pukul 07.00-08.00 WIB Gedung C7 lantai 2 dengan mengumpulkan berkas pendaftaran berupa formulir pendaftaran dan menunjukan bukti pembayaran.

2. Pembukaan
Penjelasan umum tentang kegiatan yang dilaksanakan hari Rabu tanggal 24 November 2010 pukul 08.00-09.00 WIB di Gedung C7 lantai 3 Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.

3. Perlombaan yang meliputi:

No Nama Kegiatan Waktu dan tempat Keterangan
1 Kompetisi Sejarah Tingkat SMA/SMK/MA Se- Jawa Tengah Rabu, 24 Nov 2010
Di gedung C7 lnt 3 dan C5 Lomba ini terdiri dari tiga babak yaitu babak pertama berupa objektif test dan 15 peserta tebaik akan maju ke babak ke dua yaitu cerdas cermat dan 6 peserta terbaik lolos ke babak final berupa studi kasus.
4. Lain-Lain
Selain acara utama berupa kompetisi panitia juga mengadakan rangkaian acara pendamping, antara lain:
 Bazar Buku tanggal 21 – 24 November 2010 di kampus FIS UNNES.
 Pameran Sejarah 21 – 24 November 2010 di Laboratorium Sejarah gedung C5

G. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Pelaksanaan Kompetisi yaitu pada:
Waktu : Rabu, 24 November 2010 Pukul 07.00– 16.30 WIB
Tempat : Gedung C7 lantai 3, gedung C2 dan C5 FIS UNNES

H. Peserta
Peserta Kompetisi Sejarah SMA/SMK/MA Se-Jawa Tengah terdiri dari perwakilan pelajar atau siswa SMA/SMK/MA Se-Jawa Tengah. Peserta mendaftarkan diri kepada panitia paling lambat pada tanggal 18 November 2010, dan bisa langsung mendatangi kesekretariatan panitia Kompetisi Sejarah di Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang Kampus Sekaran Gunungpati Semarang 50229, Contact person: 081228997803 (Winarso) dan 085226250990/085641433059 (Kaharisma).

Uang pendaftaran sebesar Rp 90.000,00 (Sembilan puluh ribu rupiah) per peserta dan tiap sekolah boleh mengirimkan lebih dari satu maksimal 5 peserta, dan maksimal satu pendamping per sekolah. Pembayaran dapat dilakukan di sekretariat atau via transfer pada rekening Bank BNI Capem UNNES nomor rekening 0178977562 atas nama Kaharisma. Setelah peserta melakukan transfer diharapkan dapat menghubungi panitia dan dimohon bukti transfer dibawa pada saat registrasi ulang peserta.

Kamis, 21 Januari 2010

Subyektivitas dan Obyektivitas Sejarah


SUBYEKTIFITAS DAN OBYEKTIFITAS SEJARAH
Sebuah pelukisan sejarah kita sebut subyektif, bila subyek yang tahu yakni sejarawan sendiri jelas hadir didalamnya. Pelukisan sejarah kita sebut obyektif, bila hanya obyek penulisan sejarah dapat kita amati. Salah satu cara penulisan sejarah dapat bersifat subyektif ialah bila sejarawan membiarkan keyakinan politik atau etisnya turut berperan. Pada prinsipnya, permasalahan mengenai subyektifitas seorang sejarawan, tidak hanya menyangkut masalah sejauh mana ia dipengaruhi oleh nilai – nilai politis atau etis – etis tertentu tapi juga dapat dipengaruhi oleh kepentingan yang melandasinya.
Fakta yang diperoleh dari kesaksian narasumber (facts of meaning) pada dasarnya tidak dapat dilihat, dirasa, dikecap, didengar, atau dicium baunya, dan dapat dikatakan bahwa fakta tersebut merupakan lambang atau wakil dari sesuatu yang pernah ada dan hanya ada dalam pemikiran pengamat atau sejarawan dan karenanya dapat disebut subyektif. Untuk dapat dipelajari secara obyektif (yakni dengan maksud memperoleh pengetahuan yang tak memihak dan benar, bebas daripada reaksi pribadi seseorang, maka fakta / informasi tersebut harus menjadi suatu obyek dan memiliki eksistensi yang merdeka diluar pemikiran manusia.
Perbedaan pendapat mengenai subyektifitas dan obyektifitas sejarah telah lama ada semenjak jaman Renaissance. Sejak jaman tersebut para sejarawan sadar bahwa bahwa penulisan sejarah diresapi oleh nilai – nilai yang bersifat subyektif. Akan tetapi sejak abad 19 timbul suatu pemikiran baru diantara para sejarawan yang menyatakan bahwa penulisan sejarah yang seobyektif mungkin harus dapat diusahakan, akan tetapi mereka juga sadar bahwa cita- cita tersebut akan sulit terlaksana. Kenyataan terakhir ini memunculkan konsekuensi penting bagi sifat diskusi – diskusi yang berkaitan dengan subyektivitas dan obyektivitas dalam penulisan sejarah.
Ketika seorang sejarawan dihadapkan dalam pemilihan topik penulisan sejarah, mereka harus mengadakan seleksi. Seleksi – seleksi tersebut tidak didasarkan atas prasangka atau pemihakan mengenai informasi isi sumber, seleksi ini memiliki 2 pengertian :
1. Meskipun perhatian sejarawan sangat luas, namun mereka harus menseleksi topic tertentu daru masa lalu yang menarik perhatiannya untuk diteliti.
2. Tidak seorangpun sejarawan dapat menceritakan kejadian dari masa lalu dengan lengkap dalam ruang lingkup yang dipilihnya. Ia harus menseleksi fakta – fakta karena tekanan penting dan relevansinya dengan pokok atau masalah kajiannya dan oleh karena itu ia terpaksa mengabaikan fakta – fakta lain yang dianggap tidak penting.
Bagaimanapun juga para sejarawan yang baik sepakat untuk menulis karya – karya sejarah dengan tidak memihak dan tidak bersifat pribadi.

MASALAH OBYEKTIFITAS

Fakta yang dikaji dan dihasilkan dapat menjadi intersubjektif. Dengan adanya komunikasi secara luas dapat menjadikan fakta tersebut menjadi intersubjetif. Artinya fakta tersebut semakin banyak dimiliki oleh banyak subjek. Jika fakta secara intersubjektif telah diterima sebagai kebenaran. Maka fakta tersebut dapat diobjektivikasikan menjadi suatu objek.
Untuk menghindari kesepihakan, maka diperlukan pendekatan multidimensional, yaitu melihat dari berbagai segi dan aspeknya. Pendekatan ini inheren pada gejala sejarah yang kompleks. Pendekatan ini juga selaras dengan konsep sistem. Keterkaitan aspek – aspek itu baru dapat diungkapkan apabila konsep sistem dipergunakan dalam pengkajianya.
Seorang sejarawan tidak bisa meninggalkan kepribadianya keluar dari cerita subjek yang tangani adalah masyarakat itu sendiri dan tugasnya adalah untuk memahami dan menghitung kembali peristiwa – peristiwa dari masyarakat dan bangsanya. Walaupun kuat kepribadianya, dia tidak bisa menghindarkan diri dari lingkungan masyarakatnya.
Untuk meminialisir subyektivitas dapat dilakukan dengan jalan meningkatkan kadar obyektivitas, akan tetapi hal ini menjadi sangat sulit dilakukan dikarenakan ada beberapa fakta yang merupakan tuntutan – tuntutan yang sulit atau mustahil untuk dipenuhi seperti :
1. Kebenaran mutlak
2. Sesuai dengan kenyataan, termasuk juga yang tersembunyi
3. Netralitas mutlak, tidak memihak dan tidak terikat
4. Kondisi – kondisi yang harus lengkap untuk semua peristiwa

FAKTOR-FAKTOR SUBJEKTIF PENULISAN SEJARAH

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam setiap penulisan sejarah pastinya terkandung unsur subjektifitas. Hal ini dapat terjadi apabila sejarawan yang hadir dalam suatu peristiwa membiarkan perilaku politis atau etisnya turut berperan dalam menyampaikan peristiwa tersebut.Pada prinsipnya permasalahan mengenai subjektifitas seorang sejarawan tidak hanya menyangkut masalah sejauh mana ia dipengaruhi oleh nilai-nilai politis dan nilai-nilai etis dalam meyampaikan sejarah. Namu ada kalanya hal ini juga dipengaruhi oleh adaya kepentingan yang mel;andasinya.
Terwujudnya suatu karya sejarah menuntut tidak hanya kesungguhan sejarawan dalam mendapatkan sumber, kemudian dengan mengandalkan fakta-fakta yang disusun berdasarkan sumber tersebut, tetapi juga lebih dituntut kemampuan untuk menjalin dan memaparkan fakta-fakta itu secara sistematisdan logis, untuk kemudian ia harus menyusun cerita di atas fakta-fakta tersebut. Dalam mewujudkan cerita sejarah seringkali sejarawan dihadapkan dengan persoalan tidak lengkapnya sumber, oleh karenanya dalam memaparkan cerita sejarah ia harus mampu menerangkan dan manghubungkan masing-masing fakta dengan memberikan inspirasi-inspirasi berupa intepretasi terhadap fakta yang dibuat berdasarkan sumber yang didapat. Disamping itu seorang sejarawan harus mampu menemukan hubungan intristik dari setiap fakta yang telah disusun. Pada bagian tersebut sesungguhnya seorang sejarawan tidak lagi dipandu oleh sumber, tetapi dipengaruhi oleh factor dirinya sendiri. Keterlibatan factor-faktor diri pada dasarnya menjadikan suatu penulisan sejarah berhadapan dengan persoalan subjektifitas. Unsur lingkungan kebudayaan, situasi sosial, kepribadian, dan lain-lain seringkali ikut mempengaruhi sejarawan dalam menulis sejarah, terutama dalam penafsiran (interpretasi) terhadap sumber serta mamberikan analisa-analisa logis terhadap fakta dalam bentuk inferensi sebagaimana yang telah disebutkan. Karena itu suatu karya sejarah yang dihasilkan sejarawan dalam bentuk waktu, sekaligus merupakan gambaran budaya dimana sejarawan tersebut tinggal.


Dalam metodologi sejarah, terdapat 4 faktor utama yang dapat menjadikan suatu penulisan sejarah bersifat subyektif, yaitu :
1. Pemihakan Pribadi (personal bias)
Persoalan suka atau tidak suka pribadi terhadap individu – individu atau golongan dari seseorang dapat mempengaruhi subyektivitas dari penulisan sejarah.
2. Prasangka Kelompok (group prejudice)
Keanggotaan sejarawan dalam suatu kelompok (ras, golongan, bangsa, agama) dapat membuat mereka memiliki pandangan yang bersifat subyektif dalam mengamati suatu peristiwa sejarah.
3. Teori – Teori Bertentangan Tentang Penafsiran Sejarah (conflicting theories of historical interpretation)
Pandangan/ideology yang dianut sejarawan memegang peranan penting dalam menentukan subyektivitas penulisan sejarah.
4. Konflik – konflik Filsafat Yang Mendasar (underlying pgilosophical conflicts)
Secara teoritis seseorang yang menganut filsafat hidup tertentu akan menulis sejarah berdasarkan pandangannya tersebut.

KEBUDAYAAN PRASEJARAH INDONESIA YANG MASIH TERSISA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT


Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal), diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Secara umum definisi kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Prasejarah atau nirleka (nir: tidak ada, leka: tulisan) adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada masa di mana catatan sejarah yang tertulis belum tersedia. Zaman prasejarah dapat dikatakan bermula pada saat terbentuknya alam semesta, namun umumnya digunakan untuk mengacu kepada masa di mana terdapat kehidupan di muka Bumi dimana manusia mulai hidup. Batas antara zaman prasejarah dengan zaman sejarah adalah mulai adanya tulisan. Hal ini menimbulkan suatu pengertian bahwa prasejarah adalah zaman sebelum ditemukannya tulisan, sedangkan sejarah adalah zaman setelah adanya tulisan. Zaman prasejarah di Indonesia diperkirakan berakhir pada masa berdirinya Kerajaan Kutai, sekitar abad ke-5, hal ini dibuktikan dengan adanya prasasti yang berbentuk yupa yang ditemukan di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur.
Kebudayaan prasejarah Indonesia diartikan sebagai sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia pada zaman prasejarah dan bersifat abstrak. Perwujudan kebudayaan Prasejarah adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain. Di Indonesia, masih banyak terdapat peninggalan kebudayaan dari zaman prasejarah yang masih bisa dijumpai bahkan masih digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sisa-sisa dari kebudayaan prasejarah yang paling mudah dijumpai maupun diamati berupa benda, corak kehidupan sosial-ekonomi, dan sistem kepercayaan. Sisa-sisa kebudayaan prasejarah tersebut pada dasarnya masih ada dan masih memiliki kegunaan bagi masyarakat, bahkan ada yang beberapa di antaranya mengalami perkembangan (fungsi dan bentuk), sisa-sisa kebudayaan prasejarah tersebut diantaranya adalah :
1. Alat-alat Dari Batu
Alat-alat batu yang lahir dan berkembang sejak jaman prasejarah sebenarnya masih ada di Indonesia. Akan tetapi alat-alat batu yang ada telah mengalami perkembangan bentuk dan fungsi. Beberapa alat tersebut adalah cobek batu dan lesung batu.

2. Gerabah
Gerabah adalah perkakas yang terbuat dari tanah liat yang dibentuk dibentuk menjadi suatu obyek dengan menggunakan tangan dan kemudian dibakar. Gerabah diperkirakan telah ada sejak zaman manusia purba. Di situs-situs bersejarah, telah ditemukan banyak gerabah kuno yang berfungsi sebagai perkakas rumah tangga. Dahulu gerabah yang dibuat oleh manusia tidak memiliki corak khusus, kalupun ada hanya bercorak sederhana, akan tetapi sekarang gerabah memiliki bentuk dan corak yang beragam. Selain itu, sekarang ini gerabah tidak hanya digunakan sebagai perkakas rumah tangga, namun ada juga yang berfungsi sekedar hanya sebagai penghias ruangan.

3. Motif Batik
Batik sebagai warisan budaya dunia memiliki corak dan motif yang beragam, namun ternyata motif yang ada sekarang ini sebenarnya merupakan pengembangan dari motif yang ada sejak jaman prasejarah. Dulu motif tersebut kebanyakan hanya digunakan untuk menghias gerabah dari tanah liat saja, akan tetapi motif sederhana (ulir, bulatan, garis, dll) kini telah berkembang dan menjadi ciri khas dari suatu kain batik.

4. Sistem Kepercayaan
Animisme dan Dinamisme merupakan kepercayaan (agama) yang dianut oleh masyarakat prasejarah. Walaupun Indonesia telah memiliki agama pokok, namun tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada masyarakat Indonesia yang percaya bahwa arwah leluhur dan benda disekitarnya memiliki pengaruh terhadap kehidupan mereka. Sebagai contoh adalah upacara pemakaman. Ada suku tertentu di Indonesia yang percaya bahwa ruh orang yang meninggal masih memiliki pengaruh terhadap kahidupan masyarakatnya. Oleh karena itu mereka melakukan upacara pemakaman dengan megah dan diiringi dengan ritual-ritual tertentu. Selain itu, ada juga masyarakat yang memakamkan seseorang di tempat-tempat tertentu (misal:tebing batu) sebagai bentuk penghormatan kepada orang yang telah meninggal.

Demikianlah beberapa sisa-sisa kebudayaan prasejarah yang masih ada dan berkembang di Indonesia hingga sampai saat ini. Sebagai bangsa yang bijak, suka atau tidak seka kita harus menjaga kelestarian budaya tersebut, karena pada dasarnya kebudayaan yang ada merupakan warisan nenek moyang yang sangat bernilai.